Artikel

PPTQ Al Kaukab

Kembali

Batas Kuasa Manusia

2024-11-06

Keterbatasan Manusia dalam Memberikan Petunjuk: Refleksi atas Surah Al-Qasas Ayat 56

 

Dalam Surah Al-Qasas ayat 56, Allah SWT berfirman:

 

"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."

 

Ayat ini merupakan pengingat yang sangat mendalam bagi Nabi Muhammad SAW, sekaligus untuk kita semua, tentang batas-batas kemampuan manusia dalam memberi petunjuk dan mengubah orang lain. Meskipun Rasulullah SAW memiliki keinginan besar agar orang-orang yang beliau cintai, termasuk kerabat dan sahabat terdekat, menerima hidayah, Allah SWT. menegaskan bahwa keputusan untuk memberi hidayah sepenuhnya berada dalam kuasa-Nya. Ini adalah pesan yang mengajarkan bahwa dalam hal memberi petunjuk, manusia memiliki keterbatasan yang sangat besar, karena kuasa untuk mengubah hati manusia hanyalah milik Allah SWT.

 

Kesadaran akan Keterbatasan Manusia dalam Berdakwah

 

Di dalam diri setiap orang yang ingin menyampaikan kebenaran, pasti ada keinginan agar pesan yang disampaikan dapat mengubah hati orang lain, sehingga mereka mendapatkan hidayah atau pencerahan yang kita yakini sebagai kebaikan. Namun, ayat ini mengingatkan bahwa sebagai manusia, kita tidak punya kendali atas hati dan pikiran orang lain. Bahkan untuk diri kita sendiri, kita sering kali tidak memiliki kendali penuh. Misalnya, dalam hal mengatasi godaan, mengendalikan nafsu, atau mempertahankan ketaatan kepada Allah SWT. Manusia sering kali gagal mengendalikan dirinya sendiri. Maka dari itu, bagaimana mungkin kita bisa berharap untuk mengendalikan atau mengubah orang lain sesuai keinginan kita?

 

Pemahaman ini seharusnya membuat kita lebih bijak dalam berdakwah dan menyebarkan kebaikan. Tugas kita hanyalah menyampaikan pesan, sedangkan keputusan untuk menerima atau menolak hidayah sepenuhnya berada di tangan Allah SWT. Artinya, dalam berdakwah, kita tidak boleh memiliki ambisi untuk mengubah orang lain secara langsung, apalagi sampai memaksa mereka untuk mengikuti pandangan kita. Kita hanya bisa menyampaikan apa yang kita yakini sebagai kebenaran, dan kita serahkan hasilnya kepada Allah SWT.

 

Keikhlasan dalam Berdakwah: Fokus pada Allah SWT, Bukan pada Hasil

 

Ketika berdakwah atau memberi inspirasi kepada orang lain, niat kita harus sepenuhnya karena Allah SWT. Artinya, kita harus mengarahkan hati dan tujuan kita untuk mendapat ridha Allah, bukan sekadar mengharapkan perubahan pada diri orang lain. Jika kita berdakwah atau menyampaikan kebaikan semata-mata untuk Allah, maka kita tidak akan merasa kecewa atau marah ketika orang lain tidak menerima atau bahkan menolak apa yang kita sampaikan. Sebaliknya, jika niat kita berfokus pada mengubah orang lain, maka kita rentan merasa kecewa dan putus asa saat melihat hasil yang tidak sesuai harapan.

 

Keikhlasan dalam berdakwah juga berarti kita menyadari bahwa hanya Allah SWT. yang memiliki hak prerogatif untuk memberikan hidayah kepada seseorang. Kita bisa menjadi perantara atau alat untuk menyampaikan kebenaran, namun kita bukanlah penentu hidayah itu sendiri. Dengan demikian, setiap usaha yang kita lakukan akan terasa lebih ringan dan tanpa beban, karena kita tidak terobsesi pada hasilnya. Kita hanya perlu memastikan bahwa apa yang kita sampaikan adalah benar, sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, lalu sisanya kita serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.

 

Menjaga Kerendahan Hati dan Kesadaran akan Relativitas Kebenaran

 

Ayat ini juga mengajarkan kita untuk selalu rendah hati dalam memahami dan menyampaikan kebenaran. Apa yang kita yakini sebagai kebenaran belum tentu merupakan kebenaran hakiki di sisi Allah SWT. Allah-lah yang mengetahui hakikat yang sebenarnya, sedangkan pengetahuan kita terbatas. Oleh karena itu, dalam berdakwah, kita harus bersikap bijaksana dan tidak menganggap diri kita lebih benar dari orang lain. Bahkan, dalam menyampaikan kebenaran, kita harus tetap terbuka terhadap kemungkinan bahwa mungkin saja kita sendiri masih perlu belajar dan memperbaiki diri. Kesadaran ini akan membuat kita lebih rendah hati dan tidak merasa superior di hadapan orang lain.

 

Saat kita berdakwah, adalah sebuah kesalahan jika kita menganggap bahwa setiap orang harus mengikuti pandangan kita tanpa pengecualian. Kita hanya bisa meyakini apa yang kita anggap benar berdasarkan pemahaman dan pengetahuan kita saat ini, namun tetap ada kemungkinan bahwa kebenaran yang kita pahami belumlah sempurna. Allah-lah yang tahu mana yang benar dan mana yang salah, serta siapa yang benar-benar ikhlas dalam menerima petunjuk-Nya. Maka, dalam menyampaikan kebenaran, kita harus berhati-hati agar tidak sampai memaksa orang lain, karena Allah SWT. memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.

 

Menguatkan Niat dan Ikhtiar, Sambil Menyerahkan Hasilnya pada Allah

 

Pada akhirnya, ayat ini mengajarkan kita untuk senantiasa memperbaiki niat kita dalam berdakwah. Setiap usaha untuk menyampaikan kebaikan harus dilandasi oleh niat yang tulus, yaitu untuk mencari ridha Allah semata. Kita berusaha semaksimal mungkin untuk menyampaikan pesan kebenaran, namun kita juga harus menyadari bahwa Allah-lah yang menentukan hasil akhirnya. Kita tidak memiliki hak untuk mengubah orang lain, bahkan jika itu adalah orang yang kita cintai atau orang yang kita sayangi. Kita hanya bisa berusaha menyampaikan kebenaran, berdoa, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT.

 

Dengan demikian, dalam setiap langkah dakwah kita, kita harus senantiasa memohon petunjuk dan pertolongan dari Allah. Kita berharap agar Allah SWT. memberikan hidayah kepada orang yang kita ajak kepada kebaikan, dan juga memberikan hidayah kepada kita sendiri agar selalu berada di jalan yang lurus. Dakwah yang dilandasi oleh ketulusan, keikhlasan, dan kesadaran akan keterbatasan manusia akan terasa lebih ringan dan bermakna, karena kita menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk terus berusaha menyampaikan kebenaran dengan cara yang bijaksana, penuh kasih sayang, dan tanpa paksaan.